Senin, 04 Mei 2009

DARI MANA AIRNYA ?


Pada tahun 2050 penduduk bumi akan mencapai 9 miliar, dari mana airnya ?

Sebuah buku berjudul "Pillar of Sand : Can the Irrigation Miracle Last ?" menelusuri sejarah irigasi yang sudah berusia 8.000 tahun. Lalu dipertanyakan, masih akan mampukah keandalan irigasi menghidupi penduduk dunia yang sedang menanjak ke angka tujuh miliar jiwa ?

Ledakan penduduk yang dramatis diikuti oleh kondisi yang bertolak belakang akan ketersediaan air. Air tanah semakin berkurang, air permukaan semakin tidak mencukupi, tanah mengalami proses pengasinan, sementara semakin luas lahan pertanian yang dialihfungsikan untuk keperluan lain. Sementara itu petani besar berusaha mempertahankan kondisi statusquo alias mengambang karena tidak ekonomis melakukan investasi pada perkembangan terbaru menyangkut kondisi air.

Masalah persediaan pangan tidak akan dapat dipecahkan dengan memperluas kawasan pertanian atau meningkatkan produktivitas selama air merupakan faktor pembatas. Masalah air tak hanya sebatas masalah seseorang, keluarga, kota, kawasan atau negara, tetapi bersifat global. Tidak hanya melibatkan dua kawasan seperti Cirebon dan Kuningan yang sering cekcok, atau antara kota Malang dengan Batu, tetapi sudah bersifat nasional, bahkan global.

Menurut sebuah laporan Bank Dunia, tidak kurang dari 80 negara di dunia dewasa ini mengalami kekurangan air yang langsung mengancam kesehatan dan perekonomian, sementara 40% dari penduduk dunia(lebih dari 2 miliar) tidak punya akses terhadap fasilitas air bersih dan sanitasi. Maka dalam kaitan ini, kita tidak bisa berharap konflik air dapat dipecahkan dengan mudah.

Ada belasan negara yang mendapatkan air tawar dari sungai yang berasal dari negara tetangganya yang bersikap tidak bersahabat. Sebut saja Botswana, Bulgaria, Kambodia, Kongo, Gambia, Sudan dan Suriah. Sekitar 75% sumber air tawar negara-negara itu mengalir dari negara tetangga yang bersikap keras.

Di Timur Tengah, air menjadi isu politik yang serius dan prioritas tinggi antar negara. Hal itu terlihat pada saat perundingan alot antara Suriah dan Israel, dan belum lama, Suriah, Turki dan Irak saling mengancam menyangkut pembagian sungai-sungai. Air memang sering mendatangkan konflik antar negara bilamana salah satu di antara yang berkepentingan terancam pasokannya.

"Seperti masalah energi pada akhir tahun 1970-an, air bakal menjadi sumber alam yang paling dipermasalahkan di bagian terbesar dunia pada permulaan abad mendatang." Demikian antara lain ditulis dalam surat kabar The Financial Times London. Besar kemungkinan, air menjadi pemicu perang antara berbagai negara dan bangsa di dunia.
Penyebab utama kelangkaan air secara global adalah derasnya pertambahan penduduk dunia yang tidak pernah berhenti. Sejalan dengan pertambahan penduduk, kebutuhan air untuk industri dan pertanian makin meningkat. Menurut Bank Dunia, permintaan air secara global meningkat dua kali lipat setiap 21 tahun. Dan sejak tahun 1900, penggunaan air telah meningkat enam kali lipat, padahal penduduk dunia hanya meningkat dua kali lipat. Ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan air terjadi karena meningkatnya standar kehidupan.

Sementara itu banyak negara yang mengalami percepatan proses penggurunan. Kualitas air di berbagai negara sangat merosot sejalan dengan pertambahan penduduk, dan diperparah lagi dengan proses pengasinan daerah pantai akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Dalam pada itu muncul pula perubahan iklim sebagai kartu liar, sejumlah pakar mengatakan, perubahan iklim berpotensi besar memperburuk keadaan yang memang telah buruk. Dengan suhu yang lebih tinggi disertai pencairan yang lebih cepat gumpalan-gumpalan salju, akan lebih sedikit persediaan air untuk pertanian dan konsumsi di kota-kota selama musim panas, dimana biasanya permintaan akan air meningkat tajam.

Salah satu solusi yang diyakini para ahli bisa menjawab tantangan itu dengan menyediakan tambahan sumber air adalah teknologi desalinasi. Dalam hal ini banyak peneliti mempersalahkan Amerika Serikat karena tidak mendukung penelitian desalinasi. Amerika Serikat yang pernah menjadi pionir dalam penelitian desalinasi, telah mengalihkan perannya ke Arab Saudi, Israel dan Jepang. Diperkirakan telah ada sekitar 11.000 instalasi desalinasi di 120 negara di dunia, 60% diantaranya terdapat di Timur Tengah.

Sebagian beralasan bahwa pendekatan pasar terhadap manajemen air akan dapat mengatasi situasi buruk dengan cara meletakkan masalahnya pada pendekatan-pendekatan bisnis. Mereka mengatakan bahwa pendekatan seperti itu akan mengatasi ketegangan-ketegangan politis dan keamanan yang sering meramaikan masalah-masalah dunia. Sebagai contoh Harvard Middle East Water Project menginginkan pemberlakuan suatu nilai atas air ketimbang memperlakukan sungai-sungai dan aliran-aliran sebagai semacam komoditi alam yang cuma-cuma seperti udara.

Strategi lain menghadapi problem air yang semakin meningkat secara global adalah dengan cara mengerem laju pertambahan penduduk, menurunkan tingkat pencemaran, perbaiakan terhadap pengelolaan atas kebutuhan dan persediaan. Dan disamping itu, mengupayakan konservasi sumber daya air. Buku Oasis menganjurkan "Mengerjakan lebih banyak dengan (energi) lebih sedikit (doing more with less) merupakan langkah pertama dan termudah menuju pengamanan air."


Sumber : Majalah Air Minum Edisi 161 Februari 2009

Tidak ada komentar: