Kamis, 15 Januari 2009

BELANJA AIR MINUM 0,01 PERSEN APBD

Hasil studi pembiayaan air minum dan penyehatan lingkungan tahun 2003-2005, anggaran air minum dan penyehatan lingkungan hanya 0,01 persen sampai 1,37 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sampai saat ini lebih dari 100 juta penduduk di 30.000 desa masih kesulitan memperoleh akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi dasar. Buruknya pelayanan air minum dan sanitasi merupakan kendala serius dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

Kenyataan itu diungkapkan Ketua Pelaksanaan Harian Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Oswar Mungkasa pada diskusi AMPL dalam ranah politik Indonesia, Selasa 13 Januari 2009 di Jakarta. “Pengalaman dari berbagai negara, krisis air bersih yang sangat berkaitan dengan sanitasi itu makin diperburuk oleh ketiadaan tekad para pemimpin. Akibatnya problem dasarnya bukan sekadar krisis keterbatasan air bersih, tetapi lebih pada kurangnya kemauan politik mencari solusi atas krisis air dan sanitasi,” katanya.

Akibat air dan sanitasi yang buruk, data dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan menyebutkan, kasus diare menimpa 423 orang per 1.000 orang dan angka kematian tertinggi terjadi pada kelompok anak usia di bawah lima tahun yaitu 75 per 100.000 orang. Sementara itu, 350-810 orang per 100.000 penduduk terpapar tipus, dengan laju kematian 0,6-5, dan 35,5 persen penduduk Indonesia diperkirakan terpapar cacingan.

Menurut laporan Bank Dunia tahun 2008, dampak kesehatan akibat pengelolaan air dan sanitasi yang buruk menyebabkan Indonesia kehilangan Rp 56 triliun per tahun atau sekitar 2,3 persen dari produk domestik regional bruto (PDRB). Oswar menjelaskan, Indonesia termasuk salah satu dari 189 negara anggota PBB yang mencanangkan target Millennium Development Goals (MDGs).

Berdasarkan target MDGs menurunkan separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015, Indonesia dihadapkan pada dua tantangan. Pertama, tantangan meningkatkan hingga 67 persen proporsi penduduk yang memiliki akses pada sumber air minum yang aman. Kedua, tantangan meningkatkan hingga 69,3 proporsi penduduk memiliki akses pada fasilitas sanitasi dasar. Pengamat sosial politik dari Charta Politika Indonesia, Dr Bima Arya Sugiarto, mengatakan, lemahnya kemauan politik dalam menangani pelayanan publik bisa dilihat dari pemetaan isu-isu yang diangkat pada masa kampanye pilpres maupun pilkada. “Partai politik masih bertumpu pada politik iconic, bertumpu pada kekuatan tokoh dan simbol. Partai politik sangat terkendala untuk membangun politik programatik,” katanya. Namun kata Arya Sugiarto, ada kecenderungan pergeseran arah kampanye dari model iconic ke programatik meski masih sebatas isu-isu populis, instan, dan menyangkut kebutuhan dasar. (NAL)

Sumber : Harian Kompas, Rabu 14 Januari 2009

Selasa, 06 Januari 2009

PENCEMARAN AIR DI TELUK BALIKPAPAN


Kualitas air Teluk Balikpapan melampaui baku mutu, terutama tingkat kekeruhan, temperatur, serta kadar fosfat dan fenol. Ini mengindikasikan adanya pencemaran di perairan yang menjadi habitat satwa langka pesut laut dan duyung tersebut.

Hasil pemantauan Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Kementrian Lingkungan Hidup untuk Regional Kalimantan tahun 2008 itu disampaikan Kepala PPLH Regional Kalimantan Dodo Sambodo, Minggu (4/1) di Balikpapan. “Laporan ini menjadi peringatan kepada para pihak terkait penyelamatan dan pengelolaan lingkungan Teluk Balikpapan,” katanya.

Pemantauan dilakukan pada 6 Desember 2008 di tujuh lokasi, diantaranya sekitar Pelabuhan Semayang, Pelabuhan Penajam, Kampung Baru, dan Kawasan Kilang Minyak Pertamina Unit Pengolahan (UP) V.


Parameter yang diukur sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Ait Laut adalah tingkat keasaman (pH), kekeruhan, temperatur dan salinitas. Adapun analisis laboratorium adalah total suspended solids (TSS), amonia (NH3N), fosfat, fenol, minyak dan lemak, air raksa (Hg), khrom heksavalen, arsen dan timbal (Pb).

Hasil pemeriksaan air dekat pipa buangan air limbah proses pendinginan PT Pertamina UP V Balikpapan menunjukkan tingkat kekeruhan 5 NTU dengan temperatur 32,2 derajat celcius. Padahal baku mutunya harus kurang dari 5 NTU dan temperatur 20-30 derajat celcius. Adapun tingkat keasaman (pH) dan konsentrasi oksigen terlarut masih baik.

Konsentrasi TTS dan fosfat pada semua titik pemantauan juga melampaui baku mutu. Konsentrasi TTS tertinggi ada di dekat Pelabuhan Semayang sebesar 52 mg/L. Padahal baku mutu TTS 20 mg/L. Kadar fosfat tertinggi ada di dekat Kilang Minyak Pertamina UP V sebesar 0,48 mg/L. Adapun baku mutunya 0,015 mg/L. Baku mutu kadar fenol adalah 0,002 mg/L. Namun di dekat Pelabuhan Semayang kadar fenolnya 0,003 mg/L, sedangkan di Kampung Baru 0,002 mg/L. Adapun parameter lain masih memenuhi baku mutu.

Konsentrasi fosfat perlu diwaspadai karena dapat menumbuhkan ganggang secara tidak terkendali seperti Teluk Jakarta yang beberapa kali mengalami serbuan alga merah beracun yang mematikan ikan dan biota laut. Terlewatinya baku mutu air laut, kata Dodo, mengindikasikan terjadinya pencemaran akibat kegiatan seperti pemurnian minyak bumi, aksidasi batu bara, kegiatan domestik, penggunaan disinfektan pada pertanian, kebocoran bahan bakar pada alat transportasi air, dan kegiatan lain yang menggunakan bahan kimia.

Bagi Pertamina UP V, hasil pemantauan bisa menjadi masukan untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan, khususnya sistem pendingin pada pembuangan air limbah yang masuk ke Teluk Balikpapan. Kepala Bagian Humas Pertamina UP V Balikpapan Muhammad Imron berterima kasih atas masukan itu. Ia mengharapkan PPLH Regional Kalimantan menyampaikan hasil pemantauan secara resmi ke Pertamina UP V agar bisa ditindaklanjuti Bagian Pengelolaan Lingkungan. Menurut Imron, Pertamina UP V sangat peduli. Karena itu, pembuangan air limbah dari proses pendinginan dipantau secara ketat sebelum dibuang ke laut.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Kota Balikpapan Syahrumsyah Setia mengatakan, kondisi lingkungan Teluk Balikpapan tidak bisa ditangani oleh Pemerintah Kota Balikpapan saja. Kawasan laut ini berada di perbatasan Kabupaten Panajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Untuk Balikpapan, saat ini yang ditangani adalah penyelamatan sejumlah kawasan mangrove dan memperbaiki drainase sungai yang bermuara ke Teluk Balikpapan. “Masalah penanganan kualitas air laut Balikpapan, kita minta PPLH Regional Kalimantan dan Bapedalda Kaltim menjadi koordinator penanganan karena sudah menyangkut lintas daerah dan banyak perusahaan yang beraktivitas disana,” kata Syahrumsyah. (FUL)

Sumber : Harian Kompas, Senin 5 Januari 2009.